Dalam refleksi bulan ini, saya ingin mengajak anggota jemaat untuk memaknai perjalanan dan karya layanan yang pernah dilakukan gereja pada “masa-masa online”, mengingat pada bulan Juli nanti bisa dikatakan kita akan memasuki “masa-masa onsite”, meninggalkan “masa-masa online” karena akan lebih banyak lagi karya layanan yang dilakukan secara onsite. Oleh karena itu, menjadi baik jika kita menoleh sejenak atau belajar sesuatu dari pengalaman yang telah dilalui bersama itu.
Pertama, tentu kita harus mengakui dan menyadari bahwa “masa-masa online” ini terjadi karena situasi pandemi Covid-19 yang berlangsung dalam kurun waktu tahunan, yang sampai hari ini sebenarnya masih berlangsung. Itu artinya, di satu sisi kita sadar bahwa memang kita pernah berada dalam masa-masa sukar ketika segala sesuatunya menjadi terbatas. Kita dikungkung oleh rasa takut dan cemas dengan adanya wabah yang menular dan mematikan ini. Banyak hal yang kita rasakan dan alami sebagai sebuah penderitaan, baik secara pribadi maupun bersama. Namun, di sisi lain, masa-masa itu juga membawa kita pada berbagai kreativitas dan kesediaan untuk mau belajar, salah satunya belajar teknologi pertemuan online atau daring. Sebelum terjadi pandemi, kita sama sekali asing dengan yang namanya Zoom atau aplikasi serupa yang dipakai untuk pertemuan secara daring. Namun, situasi yang awalnya memaksa kita belajar menggunakan aplikasi tersebut, pada akhirnya membuahkan sebuah upgrade keterampilan dalam mengikuti pertemuan-pertemuan secara daring. Memang perlu proses yang tidak gampang untuk belajar itu semua, namun bukankah kesediaan manusia untuk belajar di tengah masa sulit sebenarnya menunjukkan bahwa akal budi yang dimiliki manusia cakap, mampu dan tangguh untuk menghadapinya.
Kedua, bahwa pada bulan Juli nanti kita akan mulai meninggalkan “masa-masa online” menuju era “masa-masa onsite”, maka tentu menjadi baik jikalau kabar baik ini kita bagikan dan sebarkan kepada sahabat, rekan-rekan sesama anggota komunitas atau komisi atau badan pelayanan lain agar semakin banyak pribadi yang menyambut kabar baik ini. Pastilah, kerinduan kita adalah makin banyak anggota jemaat yang hadir dalam kegiatan-kegiatan secara onsite yang diadakan. Ketika pandemi sudah merenggut harapan-harapan manusia, maka bisa dipastikan bahwa banyak pula pribadi yang kehilangan pengharapan itu. Oleh karena itulah, kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara onsite, menjadi sarana bagi gereja untuk menunjukkan sekaligus membangkitkan harapan yang pernah layu tersebut. Pengharapan bahwa pada akhirnya masa-masa sukar itu akan usai menjadi sebuah era kenormalan baru, demikian istilah yang sering dipakai. Namun, mengingat corona masih mengintai, maka setiap anggota jemaat mesti menyambut dan melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan tersebut dengan kesadaran untuk tetap melakukan protokol kesehatan atau prokes yang semestinya.
Yang ketiga, pada akhirnya, di atas semuanya itu, iman percaya kita mengatakan bahwa segala sesuatu hanya terjadi di dalam kasih karunia Allah saja. Jika manusia menjadi kreatif dan tangguh melewati masa-masa sukar ini, maka bukankah itu terjadi hanya karena kebaikan-Nya? Jika dengan segala kesiapan yang ada, karya layanan akan kembali dilakukan secara onsite, bukankah itu artinya hikmat dan tuntunan Roh Kudus pula yang memampukan gereja? Karena itulah, dalam tolehan yang sejenak ini, pada akhirnya kita akan menemukan bahwa Tuhan akan memampukan kita untuk terus menatap ke depan, bahwa di dalam Tuhan, pengharapan itu sungguh ada! Sebagaimana hikmat dalam Amsal 23:18 mengatakan “Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang. Amin!
Pnt. Fajar Junianto